Selasa, 15 Mei 2012

Tumbuh dalam Keberagaman

Satu konsekuensi terbesar yang harus dihadapi dalam era persaingan global adalah keberagaman sumber daya manusia, baik dari internal perusahaan (baca; karyawan dan pemegang saham) hingga konsumen.

Terlebih jika perusahaan Anda terdiri dari beberapa unit bisnis strategik yang beroperasi di sejumlah negara. Maka, mau tidak mau perekrutan sumber daya manusia dari demografis dan psikografis yang berbeda harus dilakukan.

Konsekuensi yang muncul di antaranya adalah benturan-benturan antara budaya perusahaan dengan nilai-nilai yang dibawa oleh masing-masing karyawan.Tak hanya itu,dari sisi pasar (baca; konsumen), keberagaman nilai-nilai juga turut mewarnai aplikasi bisnis di lapangan.

Sejenak saya mengajak Anda untuk belajar dari IBM. Selama kurang lebih 100 tahun produsen teknologi informasi ini telah beroperasi di 172 negara dengan 427.000 karyawan yang berasal dari latar belakang berbeda. Terbayang betapa besarnya tantangan yang harus dihadapi manajemen terutama dalam menciptakan sebuah budaya kerja yang mengapresiasi nilai- nilai yang dianut seluruh karyawan.

Salah satu kunci sukses IBM dalam mencermati kondisi tersebut adalah cara pandang manajemen akan keberagaman itu sendiri. Selama20 tahun lebih, manajemen percaya bahwa keberagaman tidak hanya dibatasi oleh faktor-faktor demografis maupun psikografis.

Faktor lain seperti budaya (yang mempengaruhi cara berfikir seorang individu), perbedaan generasi hingga cara individu dalam menggali ide-ide inovatif dipercaya sebagai faktor penting yang berhasil memperpanjang usia perusahaan.

Pandangan bahwa perusahaan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru dinilai memperkuat prinsip manajemen dalam mengelola keberagaman. Dengan demikian, masuknya anggota baru di dalam perusahaan senantiasa dipandang sebagai angin segar bagi pertumbuhan organisasi.

Kini bagaimana perusahaan-perusahaan di Indonesia merefleksikan keberagaman ini? Satu modal terbesar telah dimiliki oleh segenap elemen Bangsa ini, yaitu falsafah hidup Bhinneka Tunggal Ika (yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu).

Mungkin sampai saat ini kita masih mengenal konsep tersebut sebatas sebuah slogan.Namun mari kita memahaminya secara lebih mendalam. Study menunjukkan bahwa faktor keterbukaan seringkali muncul sebagai motivasi pertama saat investor asing membidik Indonesia sebagai lahan investasi subur.

Dalam berbagai kasus teridentifikasi bahwa produsen-produsen dari China, Korea dan Jepang masih menempatkan Indonesia dalam top three sasaran investasi karena sifat adaptif yang lazim dimiliki oleh sumber daya manusia Indonesia.

Dalam hal ini keterbukaan cara pandang disebut-sebut sebagai penentu kecepatan adaptasi. ”SDM Indonesia dikenal cepat mengintegrasikan nilai-nilai asing dengan nilai lokal selama tujuannya bersifat mulia”, pernyataan yang paling sering diperoleh dari para investor asing.

Secara tak langsung, realitas di atas menunjukkan bahwa pemahaman berbeda-beda tetapi tetap satu merupakan sebuah perspektif yang meyiapkan organisasi untuk secara sadar membuka diri terhadap; budaya, pola pikir, ide-ide, konsep, pemikiran hingga metode dan cara kerja yang baru.

Lalu bagaimana halnya dengan kelestarian nilai-nilai lokal? Ketakutan akan lenyapnya nilai-nilai asli bangsa karena gempuran asing memang sempat menyeruak, namun kini kiranya tak perlu lagi.

Nilai-nilai baru yang tercipta dari keberagaman pada dasarnya akan melengkapi nilai-nilai yang telah ada. Bahkan, tak jarang dari nilai-nilai baru itu telah lama dipercayai oleh bangsa sebagai sebuah falsafah hidup.

Alhasil semakin beragam elemen-elemen dalam organisasi, makin besar pula potensi integrasi antar nilai. Sehingga melalui arahan misi dan visi yang jelas, niscaya organisasi akan bertumbuh dalam keberagaman. Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyertai Anda! 

Sumber

ARIES HERU PRASETYO Ketua Program Sarjana PPM School of Management

Tidak ada komentar:

Posting Komentar